loading...
Ilustrasi: Kebebasan Berpendapat, sumber gambar - malesbanget.com |
RADARKAMPUS.COM, Semarang - Suara
kebenaran
adalah penyataan Tuhan yang harus kita teruskan kepada dunia agar
dunia mendengar dan bagi pribadi yang memiliki roh yang hidup akan dapat menangkap
dan melanjutkan apa yang menjadi isi hati dan buah pikiran Tuhan dalam karya
keselamatan agar dunia boleh terima keselamatan bahkan sampai kekekalan. Kebenaran, suatu hal
keniscayaan bagi setiap manusia berakal dan beradab untuk diungkapkan secara
terbuka. Mereka yang menolak juga menyembunyikan kebenaran dengan dalih
kebaikan tetap salah dari segi manapun karena kejahatan yang sebenarnya adalah
mengetahui kebenaran tetapi memilih bungkam dan diam dalam kepura-puraan.
Kebebasan berpendapat adalah hak bagi setiap orang,
bahkan Negara telah menjamin kebebasan dalam UU 1945 Pasal 28E yang jelas
berbunyi, “Setiap orang berhak atas
kekebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat.” Lebih jelas
lagi dalam UU Nomor 9 Tahun 1998 tentang kemerdekaan menyampaikan pendapat
dimuka umum. Undang undang tersebut rasanya sangat cukup untuk dijadikan payung
hukum yang dapat melindungi setiap insan manusia yang menginginkan berpendapat
dan beraspirasi secara bebas. Namun kenyataannya kebebasan masih dikebiri melalui berbagai cara. Sudah bukan rahasia
lagi banyak birokrat kampus yang menggunakan paham paham otoriter dinegeri
tercinta ini. Hasilnya tidak sedikit mahasiswa yang merasa takut untuk
mengkritik kondisi kampusnya, takut di beri sanksi, takut kena DO dan ketakutan
ketakutan lain muncul yang akan berakibat pada status akademiknya sendiri.
Melihat kasus yang terjadi beberapa waktu silam yang
sempat hangat terdengar ditelinga mahasiswa tentang kasus Presiden BEM di salah
satu Universitas di Indonesia yang dianggap hak kebebasannya berpendapatnya
dibungkam oleh sang rektor. Dengan berakibat pada layangan surat pemberitahuan
DO diterima sang Presma. Juga kasus terbaru yang menimpa Laksa Tiar. Mahasiswa
Jurusan Ekonomi Pembangunan yang menulis kritik di media mengenai program
Fakultas Ekonomi yakni Yuk Nabung Saham yang berakibat pada kekecewaan Dekan FE
yang merasa tercoreng dengan tulisan laksa tiar.
Melihat kenyataan realita yang terjadi diatas tidak heran
jika segelintir mahasiswa yang menolak bungkam dan dengan tegas menyuarakan
kebenaran. Sebuah keuntungan Negara kita memiliki akademisi yang tak hanya
melulu tentang ilmu dan fakta ilmiah terbaru, tetapi peduli dan kritis terhadap
permasalahan yang ada dan mampu memperjuangkan kebenaran dan keadilan. Pihak
kampus pun seharusnya bangga ketika mahasiswanya memiliki pola berfikir kritis
demi kebaikan kampus nya sendiri.bukan hanya berkutat mencari nama dengan
pencitraan dan berlindung dibalik topeng kecantikan yang ternyata kelihatan
indah diluar namun busuk didalam. Lantas mau sampai kapan diam dan mendiamkan?
Mahasiswa sebagai kaum intelektual yang memiliki nalar
lebih, sangat lah wajar jika seorang mahasiswa melakukan protes terhadap
keganjilan-keganjilan
yang terjadi dalam kampusnya. Proses UKT (Uang Kuliah Tunggal) yang selalu
naik, Biaya BOPTN (Biaya operasional Perguruan Tinggi Negeri) yang diturunkan,
Beasiswa dihilangkan dan pemungutan SPI terhadap mahasiswa baru nantinya juga
permasalahan kampus yang masih banyak lagi. Pihak kampus yang seharusnya legowo
terhadap kritik yang muncul dari mahasiswanya, sebab melalui kritik itulah
kampus seharusnya mampu berbenah dan melakukan perbaikan atas kekurangan
menjadai lebih baik. Bukannya malah membungkam bahkan mengancam mahasiswa yang
berani mengkritik kebijakan kampus oleh birokrat.
Mahasiswa yang notabene sebagai ujung tombak perubahan
pada faktanya masih tidak diberi sepenuhnya kebebasan berbicara. Tindakan
represi kampus yang semakin hari semakin tampak jelas melalui refleksi kasus
pembungkaman yang terjadi. Dan akhirnya perasaan geram terhadap tindak otoriter
yang terjadi semakin memuncakan semangat mahasiswa untuk terus melawan birokrat
bermental orba. Sehingga wajarkah jika pembungkaman masih dibiarkan seenaknya
tumbuh dan berkembang dinegera yang menganut paham demokrasi?
“Apabila Usul Ditolak Tanpa Ditimbang, Suara Dibungkam, Kritik Ditolak Tanpa Alasan, Dituduh Subversif dan Mengganggu Keamanan, Maka Hanya Ada Satu Kata : Lawan”. – Wiji Thukul.
**) Tulisan dari Reza Abdurrakhman, saat ini aktif sebagai mahasiswa
PPKn Universitas Negeri Semarang angkatan 2014
BACA JUGA
loading...
0 Comment for "Suarakan Kebenaran Tak Boleh Ada Pembungkaman"