loading...
RADARKAMPUS.COM I Pendidikan
adalah upaya yang sadar untuk meningkatkan harkat dan martabat manusia.
Demikianlah definisi pendidikan secara sedehana diantara sekian banyak definisi
tentang urgensi pendidikan yang banyak dikemukakan oleh para pakar maupun yang
termaktub undang-undang. Dalam proses untuk mencapai tujuan itu manusia perlu
dididik untuk menjadi insan yang mengerti, bertanggung jawab dan mampu
memerdekaan diri dari kebodohan. Maka kemudian semestinya proses alih
pengetahuan itu harus bersifat egaliter, bersahabat dan yang terpenting
manusiawi, bukan proses yang semena-mena menuangkan pengetahuan kedalam otak
anak didik.
Sekolah
formal menawarkan berbagai pengetahuan untuk “menjejali” pengetahuan dari
berbagai macam disiplin ilmu baik yang bersifat eksakta, non eksakta. Semuanya
memiliki cita rasa pengetahuan yang berbeda dengan kekuatan teori masing
masing. Di bidang eksakta misalnya peserta didik dapat memahami persoalan
matematik dan pengetahuan alam, di bidang non eksakta mencakup ilmu-ilmu sosial
dan humaniora yang dipelajari, dalam kategori ini seperti sejarah, ekonomi, sosiologi,
geografi, PPKn, kesenian. Dari sekian banyak itu memang ilmu-ilmu sosial dalam
pelajarannya sangat familier dengan lingkungan sekitar peserta didik.
Salah
satu peran mata pelajaran yang membelajarkan dalam konteks bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara adalah Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan.
Bahkan mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan selain bertujuan
memberikan bekal untuk menjadi good
citizhenship, juga sebagai mata pelajaran yang memiliki tugas khusus untuk
menjadi agen khusus pembentukan karakter peserta didik bersama mata pelajaran
Pendidikan Agama, itulah kemudian mata pelajaran ini masuk dalam kategori A
atau wajib.
Banyak
hal yang menarik sebenarnya dalam pembelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewragnegaraan,
karena baik guru maupun peserta didik dituntut untuk memahami segala persoalan
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Tentu setiap kompetensi dasar
dalam pembelajaran PKn memiliki tujuan agar terwujudnya sikap positif,
implementasi dan pengamalan nilai-nilai pancasila dengan menghargai perbedaaan
yang ada.
Salah
satu sub pelajaran yang diangkat dalam mata pelajaran PKn adalah Hak asasi
Manusia, tentu ini ini menjadi relevan ketika konteksnya bukan lagi berbicara
soal teori dan sejarah HAM yang pernah berkembang di Dunia. Kritik terhdap sub
pelajaran itu guru menjelaskan terkungkung pada permasalahn HAM dalam ranah
teori dan sejarah. Padahal soal HAM semestinya diajarkan dari masalah yang
sangat sederhana mulai dari pribadi, lingkungan tempat tinggal, sekolah tempat
belajar baru kemudian dibawa pada persoalan global. Namun yang terjadi selama
ini justru sebaliknya sehingga pemahaman terhadap HAM menjadi abstrak seolah
berada pada atmosfer utopis (materi
HAM banyak memuat sejarah perkembangangan seperti piagam HAM yang berpuluh
hingga beratus-ratus tahun lamanya seperti
Biil of Right, Declaration of Independece,
Magna Charta, Declaration des Droits de L’homme et du citoyen dan
sebagainya)
Dalam
pembahasan soal Hak Asasi Manusia di sekolah semestinya lebih mengedepankan
soal kasus-kasus yang terjadi yang itu berkepentingan pada diri peserta didik,
sehingga sang anak dapat mengambil hikmah dari suatu kasus dengan tujuan agar
tak terjadi di lingkungan sekitarnya. Usia peserta didik di tingkat sekolah
menengah pertama adalah usia masa awal remaja, artinya bahwa pembelajaran yang
lebih kongkrit akan dapat diterima dan mudah untuk dipahami, meskipun tidak
dapat dipungkiri bahwa skrup ilmu sosial termasuk PPKn masuk dalam kategori
rentan membosankan apabila hanya bersifat satu arah.
Hak Anak Untuk Tahu
Data
yang dicatat oleh Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyebutkan bahwa kekerasan
terhadap anak selalu meningkat setiap
tahun. Tahun 2011 terjadi 2178 kasus kekerasan, 2012 ada 3512 kasus,
2013 ada 4311 kasus, 2014 ada 5066 kasus.
Kasus itu meliputi anak berhadapan dengan hukum hingga april 2015
tercatat 6006 kasus. Selanjutnya, kasus pengasuhan 3160 kasus, pendidikan 1764
kasus, kesehatan dan napza 1366 kasus serta pornografi dan cybercrime 1032
kasus. Sedangakan dilihat dari skrup wilayahnya terbagi menjadi tiga yaitu
menunjukkan bahwa 91 persen anak menjadi korban kekerasan di lingkungan
keluarga, 87.6 persen di lingkungan sekolah dan 17.9 persen di lingkungan
masyarakat.
Ada
yang menarik untuk kita cermati bersama data-data tersebut bagaimana kemudian
kasus-kasus yang terjadi dilingkungan sekolah dan keluarga menyumbang
prosentase paling besar. Artinya dua tempat yang seharusnya memberikan
kehangatan dalam keluarga dan sekolah tempat belajar menjadi tempat yang kurang
bersahabat. Bebagai kasus kekerasnpun sering sekali dilakukan oleh orang-orang
terdekat di sekitar sang anak.
Dengan
berlandaskan pada masalah-masalah tersebutlah urgensi materi pembelajaran Hak
Asasi Manusia diberikan kepada peserta didik dengan mempertimbangkan aspek
pengetahuan dan pencegahan sehingga dikemudian hari sang anak memiliki bekal
untuk menjaga diri, membentengi diri serta memiliki kewasapdaan terhadap tindak
kekerasan yang setiap waktu selau mengintai di sekitarnya. Untuk itu proses
kegiatan belajar diarahkan pada usaha untuk menunjukan hal-hal yang bersifat eksplorasi, yaitu mencari berbagai kasus
dengan berbagai pendekatan agar anak memahami suatu tindakan pencegahan yang
harus dilakukan. Anak punya hak untuk tahu berbagai macam tindakan yang
merugikan dirinya seperti bullying,
pelecehan seksual, sampai pada kekerasan.
Banyak
kasus yang terjadi di sekolah adalah soal bulliying yang mengakibatkan seorang
anak menjadi tertekan, rendah diri yang pada ujungnya tidak memiliki
kepercayaan diri, sehingga dikhawatirkan semua itu akan disimpan dan menjadi “batu
dendam” di dalam jiwanya. Dengan memberikan pembelajaran yang baik, benar,
aktif bahaya-bahaya pembulian dan kekerasan dapat dicegah serta efeknya
dikemudian hari dapat dipangkas. Sekolah bukanlah tempat untuk mendidik petarung,
bukan pula menghasilkan para berandal, sekolah adalah tempat mendidik,
menggodog dan mempersiapkan generasi masa depan untuk menjadi pemimpin di
masyarakat, bangsa dan negara.
*Tulisan dari Ulul Mukmin, S.Pd.
*Tulisan dari Ulul Mukmin, S.Pd.
BACA JUGA
loading...
Labels:
Opini
Thanks for reading Belajar Hak Asasi Manusia Cegah Tindak Kekerasan. Please share...!
0 Comment for "Belajar Hak Asasi Manusia Cegah Tindak Kekerasan"