loading...
RADARKAMPUS.COM | Mahasiswa tak lepas dari pemikiran
kritis, dan solutif. Pemikiran banyak mahasiswa jauh lebih baik dibandingkan
dengan pemikiran satu mahasiswa. Kamis (10/3) BEM FMIPA membangkitkan budaya
mahasiswa yaitu adanya forum diskusi. Diskusi tersebut dilaksanakan pukul 19.30
di PKM FMIPA, dihadiri mahasiswa FMIPA pada umumnya tetapi juga kedatangan tamu
dari BEM KM serta BEM Fakultas lainnya. Selain itu juga mengundang narasumber Bapak
Edi Subkhan, S.Pd., M.Pd. selaku Dosen FIP.
Diskusi
yang mengambil tema “Mahasiswa Bisa Apa?” tentu sudah tak asing ditelinga para
aktivis. Bapak Edi mengatakan “ketika ada pertanyaan Mahasiswa Bisa Apa?, hanya
mahasiswa sendiri yang bisa menjawabnya, bukan seorang dosen”.
Menurut
saya sekarang tidak lagi waktunya menanyakan mahasiswa bisa apa? Karena
mahasiswa bisa banyak sesuai pribadi masing-masing. Yang perlu kita pertanyakan
adalah Kualitas Mahasiswa yang seperti apa yang dibutuhkan negara saat ini?.
Mengutip dari sebuah tulisan pada Buletin EXPRESS terbit 10/3 2016 dengan judul
“Mahasiswa mana yang berkualitas?” oleh Riski Ashari (Ilmu Politik 2014)
mencantumkan ada ada 3 tipe mahasiswa berkualitas, 1 Mahasiswa Study Oriented, 2 Aktivis Kampus, dan 3
Mahasiswa berprestasi (Gila Lomba). Ketiga tipe tersebut merupakan pilihan dan
semuanya berkualitas. Namun, ketika ketiga tipe tersebut dapat disatukan,
mengapa tidak?
Dalam
diskusi juga menyinggung mahasiswa yang sekarang jaraknya jauh dengan rakyat.
Berbeda dengan rezim orde baru dimana mahasiswa sangat dekat dengan rakyat.
Salah satu penyebabnya adalah salah satu tridharma perguruan tinggi yang tidak
terlaksana yaitu pengabdian masyarakat. Sekarang tak banyak mahasiswa yang melakukan
pengabdian masyarakat sehingga lebih dekat dengan rakyat dan tahu keadaal riil
masyarakat. Sekarang justru kebanyakan mahasiswa muncul dalam kehidupan
masyarakat sebagai kelas sosial yang baru yang berbeda dengan rakyat, inilah
yang menjadikan jarak mahasiswa dengan rakyat menjauh.
Posisi
mahasiswa yang sebagai pengkritik sistem pemerintahanan harusnya lebih dekat
dengan rakyat, dengan strategi politik mahasiswa yaitu politik kebangsaan,
politik berkerakyatan (politik yang bersumber untuk kepentingan rakyat, bukan
politik mahasiswa yang mengikuti gendang irama partai politik yang mengbackup
lembaga mahasiswa). Sebab berbeda rezim pemerintahan maka pergerakan mahasiswa
juga berbeda. Tak bisa disamakan rezim terdahulu dengan rezim sekarang. Jadi
disinilah perbaikan politik dan pendidikan politik mahasiswa akan terarah
sebagaimana falsafah politik. Sehingga baik mahasiswa maupun dosen tidak tabuh
untuk berbicara politik.
*Tulisan
dikirim oleh Bambang Hermanto Mahasiswa Politik dan Kewarganegaraan dan juga
saat ini merupakan Kepala Departemen Sosial Politik BEM FIS Unnes 2016
BACA JUGA
loading...
0 Comment for "BEM FIS Ikuti Diskusi BEM FMIPA Unnes “Mahasiswa Bisa Apa?”"