![]() |
Source: megapolitan.kompas.com |
RADARKAMPUS.COM, Semarang - Anak Merupakan Aset Bangsa, Tidak bisa
dipugkiri bahwa anak merupakan aset bangsa yang paling berharga. Sebab tak ada
orang tua tanpa adanya anak-anak yang tumbuh menjadi remaja, pemuda hingga
menjadi orang tua. Ini bermakna, untuk menjadi bangsa yang kuat dan besar harus
dimulai dari membuat anak-anak Indonesia tumbuh kuat dan mandiri.
Kemandirian
anak-anak dimulai dari rumah sebagai tempat pertama dan utama anak tumbuh dan
berkembang. Perkembangan yang baik atau sebaliknya banyak ditentukan oleh
lingkungan rumah. Jika anak tumbuh dalam kondisi rumah yang tidak kondusif,
maka cukup sulit bagi anak-anak untuk berkembang menjadi remaja dan pemuda yang
kuat.
Peran
keluarga di dalam menumbuhkan-kembangkan anak yang kuat dan mandiri sangat
diperlukan. Sebab keluarga merupakan lingkungan pertama di rumah yang bisa mempengaruhi
anak-anak. Seberapa besar anak bisa tumbuh kuat dan mandiri akan sangat
ditentukan oleh keluarga mereka.
Lebih
jauh dari itu, setiap anggota keluarga harus diberi peran sesuai dengan tugas
dan fungsinya. Orang tua, baik ayah dan ibu memiliki peran yang sudah
digariskan sebagai pengayom, pendidik dan pencari nafkah. Di rumah keduanya
harus memberi contoh teladan yang baik bagi anak.
Kehangatan
dan kedekatan hubungan selama berada di rumah harus juga diciptakan oleh ibu
sebagai manajer rumah tangga. Ayah juga harus mendorong terciptanya kondisi
yang nyaman dan hangat kepada seluruh anggota keluarga di rumah. Kalaupun
misalnya terjadi hal yang tidak sesuai antara ayah dan ibu, harus bisa
ditampilkan dengan suasana demokratis tanpa melibatkan amarah dan kekerasan di
depan anak.
Sebab
apapun yang terjadi di rumah antara ayah dan ibu, akan menjadi catatan abadi di
dalam ingatan (memori) anak yang tidak akan bisa terhapus hingga akhir zaman.
Sehingga suasana harmonis di dalam rumah harus selalu ditampakkan di hadapan
anak, terutama anak yang masih dalam usia dini dan mengalami fase merekam dan
meniru tingkah laku dan kebiasaan orang tua.
Begitu
pula dengan anak, mereka harus diberi kesempatan untuk tumbuh sesuai dengan
dunianya. Sehingga anak-anak tumbuh alamiah dan matang di rumahnya, sebagai
anak dengan segala dinamika dan tanggung jawab yang dimiliki. Salah satu hal
yang perlu diberikan kepada anak-anak adalah kepercayaan dan tanggung jawab.
Misalnya
jika ada kakak-beradik di rumah, maka kakak harus diberi tanggung jawab dan
kepercayaan untuk mengayomi dan “mengasuh” adiknya, dalam arti pendampingan
sebagai anak. Bisa jadi langkah ini akan lebih tepat dan berhasil, karena
keduanya akan selalu berkomunikasi dengan bahasa dan dunia anak. Tidak sama dengan
cara orang tua bersikap dan berkomunikasi seperti kebiasaan orang dewasa.
Adik
juga akan merasakan jika di rumah dia memiliki teman yang banyak, tak hanya
ayah dan ibu, namun juga kakaknya. Sehingga jika orang tua tidak sepenuhnya
memiliki waktu untuk bersama dan memperhatikan adik, maka dia masih memiliki
kakak yang siap untuk menyediakan waktu sebagai teman bermain dan berbagi
bersama.
Dengan
begitu rumah akan menjadi teman yang nyaman bagi anak baik bagi adik maupun
kakak. Yang menjadi tantangan bagi orang tua adalah bagaimana jika hanya
memiliki anak tunggal. Salah satu solusinya adalah, satu di antara dua orang
tua harus mengalah untuk menjadi teman anak yang bisa lebih banyak memberi waktu
dan perhatian kepada anak, ayah atau ibu. Meski begitu keduanya tetap harus
bisa memberi perhatian dan waktu kepada anak tunggal.
loading...
Dulu
orang beranggapan bahwa lingkungan sekitar rumah, tetangga, teman bermain, dan
teman sekolah yang bisa mempengaruhi perkembangan anak-anak. Hal itu menjadi
tantangan tersendiri bagi orang tua yang memiliki anak. Namun paradigma itu
kini semakin bervariasi. Bahwa tidak hanya tetangga, teman bermain, teman
sekolah atau orang lain yang juga ikut mempengaruhi perkembangan dan perilaku
anak.
Salah
satu tantangan terberat yang dihadapi keluarga masa kini adalah mudahnya akses teknologi
informasi. Melalui gadget yang hampir
merata digunakan oleh anak-anak di Indonesia menghadirkan beragam informasi dan
hiburan yang tersedia dalam hitungan detik, dan hanya tinggal menggesekkan jari
tangan.
Orang
tua harus bisa bersikap cerdas dalam menyikapi kehadiran teknologi informasi
yang juga ada di genggaman tangan anak. Jangan sampai muncul kesan orang tua
sama dengan polisi yang tugasnya melarang ini dan itu, karena protektif
terhadap anak. Namun jangan sampai pula orang tua cuek dan membiarkan apa saja yang dilakukan oleh anak tanpa
perhatian dan pantauan orang tua.
Terlebih
lagi, jangan sampai orang tua memberikan seluruh fasilitas kepada anak karena
memang memanjakan anak, dan orang tua tidak mau disibukkan dengan mengurus
anak, dengan langkah praktis memberi anak “mainan” yang bisa digunakan oleh
anak dengan sebebas-bebasnya.
Hal
ini akan sangat berbahaya, jika anak sudah kecanduan dengan gadget yang dipegangnya, maka
kehangatannya terhadap orang tua akan semakin berkurang. Komunikasi dari orang
tua akan menjadi semakin jarang diperhatikan, karena perhatian dan pikiran
sudah terfokus kepada gadget dengan
segala isinya.
Anak-anak
perlu diberi kebebasan untuk menikmati dunianya, dunia anak-anak dengan segala
permainan tentu saja. Namun mereka juga perlu diberi tanggung jawab dengan
menyepakati waktu untuk belajar dan menjalankan kegiatan belajar serta religi.
Jika tidak, orang tua akan kerepotan sendiri nantinya, karena anak-anak tidak
lagi menjadikan orang tua sebagai panutan, namun tokoh di dalam gadget-nya yang menggantikan.
Selain
gadget, hal yang menjadi tantangan
orang tua dalam mendidik anak adalah televisi. Siaran televisi yang berada di
rumah, atau bahkan masuk ke kamar anak-anak menyajikan beragam tayangan yang
layak maupun tidak layak untuk anak. Terlebih lagi di kota-kota besar, televisi
bisa menghadirkan beragam channel/
saluran yang sebagian besar materi/ kontennya hanya cocok untuk orang dewasa.
Sehingga
perlu ada sikap bijak dari orang tua untuk memilihkan channel/ saluran yang hanya cocok untuk anak. Pada kesempatan yang
sama orang tua juga harus menyediakan waktu untuk menemani anak untuk menonton
bersama.
Ke
depan, persoalan anak harus menjadi agenda bersama bangsa dan negara, jika
tidak, kita akan kehilangan generasi yang mandiri dan tangguh di masa
mendatang. Sehingga perlu ada langkah padu seluruh pihak dalam melihat
persoalan anak Indonesia, supaya anak bisa tumbuh dewasa menjadi remaja dan
pemuda hingga orang tua, sesuai dengan keinginan para pendiri bangsa ini.
Pemerintah,
pengelola media, masyarakat sipil dan seluruh stake holder yang ada harus menjadikan agenda anak menjadi agenda
nasional. Apapun tayangan yang akan dihadirkan di layar kaca harus
mempertimbangkan aspek kelayakan atau kebaikan bagi perkembangan anak-anak
Indonesia.
Jangan
sampai pemerintah membiarkan tayangan bebas sebebas-bebasnya karena hanya
kepentingan industri semata, sementara anak menjadi korban dari tayangan yang
tidak berpihak kepada tumbuh kembangnya. Anak diracuni pikiran dan perasaannya
dengan alasan hiburan.
Lembaga
pendidikan yang ada pada seluruh level dan tingkatan juga harus mengutamakan
agenda anak daripada agenda pendidikan itu sendiri, dalam arti prosedur formal
di lembaga pendidikan jangan sampai mengabaikan kepentingan anak yang lebih
besar. Sehingga ke depan ada pola pikir dan frekuensi yang sama untuk
mengarusutamakan anak yang dilakukan secara bersama oleh seluruh elemen bangsa.
Semoga.
Hidayaturrahman,
Penulis merupakan Dosen FISIP Universitas Wiraraja Sumenep, Maret 2015-sekarang,
ia juga merupakan penulis buku Bukan Negeri Mimpi.
BACA JUGA
loading...
0 Comment for "Anak Merupakan Aset Bangsa"