loading...
RADARKAMPUS.COM | Pemilihan
umum (pemilu) menjadi pesta megah untuk negara demokrasi, dimana terjadi
suksesi yang memerlukan peran serta masyarakat seantera negeri. Pemilu sebagai
salah satu ciri dari negara demokrasi memegang peranan penting dalam pergantian
kepemimpinan, dalam momentum inilah rakyat menentukan pilihan pemimpin bagi
bangsanya, dan pada saat yang sama para aktor politik tengah bersaing untuk
menduduki tahta kenegaraan. Masih segar dalam ingatan pesta
demokrasi terbesar yang telah terjadi di Indonesia yaitu pemilu presiden 2014.
Pilpres ini hanya diikuti oleh partai yang memperoleh kursi paling sedikit 20%
(dua puluh persen) dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25% (dua puluh lima
persen) dari suara sah nasional dalam pemilu anggota DPR yang diselenggarakan
sebelum pelaksanaan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, sehingga keluarlah nama
dua kandidat calon presiden dan wakil presiden, Prabowo – Hatta dan Jokowi – JK
(red-UU Nomor 42 tahun 2008). Hal
menarik yang berbeda dari pemilu sebelumnya yaitu kemunculan berbagai relawan
dari kedua belah kubu, terlebih lagi bagi kubu Jokowi – JK.
Relawan politik
menjadi entitas baru dalam praktik politik kekinian, yang biasanya hanya
diwarnai oleh partai politik. Kemunculan para relawan ini menjadi rambu – rambu
bagi partai politik, yang ditengarai karena lunturnya kepercayaan masyarakat
terhadap partai politik. Berdasarkan hasil survei Political Communication Institute yang dirilis 9 Februari 2014,
mayoritas publik tidak mempercayai partai politik, responden yang tidak percaya
parpol mencapai 58,2 persen. Kemudian, yang menyatakan percaya sebesar 26,3
persen, yang menyatakan tidak tahu sebesar 15,5 persen (red-Bimo Nugroho dan
M.Yamin, Jokowi People Power,
(Jakarta: Gramedia, 2014) hlm. 25 – 26)
Ketidakpercayaan publik
terhadap parpol disebabkan karena berbagai faktor seperti banyaknya kader
parpol yang terjerat kasus korupsi, konflik internal parpol, dan adanya
pelanggaran etika yang dilakukan oleh para kader parpol tersebut. Krisis
kepercayaan publik terhadap parpol mendorong para relawan yang terbentuk atas
dasar ikatan kesamaan tujuan untuk mengantarkan kandidat pilihannya menduduki
kursi nomor satu di negara ini tanpa melihat partai pengusungnya, yang berharap
membawa perubahan demi terwujudnya keadilan dan kesejahteraan yang didambakan. Sosok
Jokowi yang dikenal merakyat menjadi figur harapan baru bagi rakyat Indonesia,
sosok yang terkenal sederhana dan bergaya blusukan
seolah menjadi magnet tersendiri. Keinginan para rakyat pun tidak terbendung
lagi hingga mereka terwadahi dalam kelompok relawan Jokowi – JK.
Kelompok
relawan Jokowi – JK terdiri dari banyak elemen, dari pekerja seni,
pengusaha,buruh, dan lain sebagainya yang terdiri dari berbagai lapisan. Semua
bergerak sesuai bidang masing – masing, pekerja seni misalnya bergerak dengan
menggelar konser dua jari, pengusaha dengan memberikan sumbangan atau
menyediakan tempat konsolidasi, dan berbagai bentuk lain yang bisa mereka
berikan. Manuver relawan Jokowi - JK ini begitu cepat hingga menutup peran
parpol sampai pada stigma bahwa parpol hanya sebagai alat legitimasi semata.
Bukan karena parpol yang tidak terlihat perannya namun relawanlah yang begitu
banyak dan antusias yang tinggi
melakukan pergerakan untuk kemenangan Jokowi – JK. Fenomena relawan Jokowi – JK ini menunjukkan
membaiknya transisi demokrasi di Indonesia. Panggung politik memperlihatkan
meningkatnya partisipasi masyarakat bukan hanya sebagai aktor politik pasif
yang hanya menggunakan hak politiknya namun rakyat bergerak, mengorganisasi
kekuatan, dan aktif terlibat dalam setiap tahapan suksesi. Akan tetapi,
berbicara mengenai partisipasi politik bukan perkara memilih dan mendorong
calon yang didukung, namun juga mengawal atau memengaruhi kebijakan pemerintah.
Seperti yang dikemukakan Budiarjo (2010), partisipasi politik dipahami sebagai
bentuk kegiatan seseorang atau sekelompok orang yang ikut serta secara aktif dalam
kegiatan politik, yaitu dengan jalan memilih pimpinan negara dan secara
langsung atau tidak langsung memengaruhi kebijakan pemerintah (red- Mirriam Budiarjo dalam Jokowi People Power, (Jakarta:
Gramedia), hlm. 22 – 23)
Dalam
konteks ini rakyat harus menjadi subjek dalam mengendalikan kebijakan
pemerintah dan mengawal dalam setiap kebijakan yang dikeluarkan. Hal yang
menjadi pertanyaan mendasar yaitu bagaimana partisipasi relawan politik pasca
kemenangan kandidat yang diusung? Pertanyaan ini muncul ketika melihat realita
bahwa relawan bergerilya untuk memenangkan calon yang diusungnya, setelah itu
mereka membubarkan diri menjadi rakyat biasa.
Kondisi
ini menjadi suatu problema baru bagaimana upaya mempengaruhi kebijakan
pemerintah dalam konteks ia sebagai kelompok relawan tertentu, meskipun ada
kelompok relawan seperti Pro Jokowi yang bertransformasi menjadi ormas pasca
pemilu berakhir. Tugas penting para relawan sebagai second political machine belum berakhir saat pemilu usai, justru
peran penting jangka panjang sebagai bentuk partisipasinya baru saja dimulai,
diantaranya pertama, mereka harus mengawal terwujudnya visi misi presiden dan
wakil presiden, dalam hal ini Jokowi – JK. Kedua, membentuk pola gerakan yang
terstruktur untuk memperkuat kelompok relawan hingga memperluas jaringan dalam
hal pengawalan segala program pemerintah agar sesuai pada jalur visi misi yang
telah ditetapkan. Ketiga, adanya feedback
dari kelompok relawan dalam setiap kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah.
**) Tulisan dari Ari Setiawati, Mahasiswa Aktif Jurusan Politik dan Kewarganegaraan, saat ini sedang aktif sebagai sekertaris Departemen BEM Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Semarang
BACA JUGA
loading...
Labels:
Opini
Thanks for reading Relawan Politik dan Partisipasi Politik dalam Negara Demokrasi. Please share...!
0 Comment for "Relawan Politik dan Partisipasi Politik dalam Negara Demokrasi"