Menyoal LGBT dan Peran Kaum Intelegensia dalam Pergulatan Pemikiran Global

loading...
RADARKAMPUS.COM I  Dewasa ini bangsa Indonesia dihadapkan dengan satu fenomena sosial yang sudah lama hidup di tengah-tengah masyarakat namun buming dan menjadi tranding topic belakangan ini. Berdasarkan ensiklopedia bebas disebutkan bahwa Fenomena LGBT, jika ditinjau dari aspek terminologis LGBT merupakan akronim dari “lesbian, gay, biseksual, dan transgender” istilah ini digunakan dan popular di kalangan masyarakat semenjak tahun 1990-an dan menggantikan frasa “komunitas gay”. Istilah ini dianggap lebih mewakili kelompok-kelompok yang telah disebutkan.

Media asal Inggris The Guardian, Sabtu (13/2/2016), memberitakan keputusan pemerintah Indonesia yang meminta penyedia layanan obrolan instan seperti Line, Whatsapp, dan Facebook menghapus emoji dan stiker gay pada aplikasi mereka. Ini merupakan bentuk tolakan keras pemerintah dalam menyikapi fenomena LGBT. Dipertegas oleh Ismail Cawidu, humas Kementerian Informasi dan Komunikasi, mengatakan akan bertindak tegas pada penyedia aplikasi perpesanan lainnya jika terjadi hal serupa. “Perusahaan media sosial harus menghormati budaya dan kearifan Indonesia karena aplikasi tersebut memiliki pengguna terbanyak disini,” ujarnya

Hal di atas merupakan contoh konkrit reaksi pemerintah terhadap fenomena sosial yang tidak sejalan dengan ideologi dan falsafah bangsa. Sudah terang, LGBT merupakan dampak daripada arus globalisasi yang tidak dapat terbendung dan tersaring dengan baik. Sehingga faham liberalisme (Faham Kebebasan) dapat dimanfaatkan dengan tidak arif dan bijaksana. Langkah Pemerintah sangatlah tepat. Mengingat Pancasila masih berdiri kokoh menjaga kedaulatan dan kehormatan Republik Indonesia.

Dilansir dari Harian Kompasiana, Salah satu bentuk pengaplikasian dari kondisi komunitas ini adalah dengan terbentuknya beberapa LSM seperti Swara Srikandi di Jakarta, LGBT Gaya Nusantara, LGBT Arus Pelangi, dan Lentera Sahaja juga Indonesian Gay Society di Yogyakarta. Di samping itu juga muncul sarana chatting dan facebook yang dijadikan ruang untuk saling mengetahui dan mengenal. Sarana ini digunakan sebagai media berbagi cerita dan tentu saja menjadi ajang pencarian pasangan. Bukti-bukti di atas merupakan salah satu contoh berkembangnya komunitas homoseksual di masa kini.

Masih dari Harian yang sama, hasil survey YKPN menunjukan bahwa ada sekitar 4000-5000 penyuka sesama jenis di Jakarta. Gaya Nusantara memperkirakan ada 260.000 dari 6 Juta penduduk Jawa Timur adalah Homo. Kaum gay yang tercatat sebagai member komunitas gay di Indonesia terdapat 76.288. Sedangkan Oetomo memperkirakan secara Nasional, terdapat 1% jumlah komunitas Homoseksual di Indonesia. Di Indonesia sendiri terdapat beberapa contoh orang-orang yang berani mempublikasikan dirinya gay dikhalayak umum seperti Oetomo yang merupakan presiden Gay di Indonesia, Samuel Wattimena merupakan seorang designer terkenal yang membuat pengakuan sebagai gay di Kompas edisi 18 Maret 2001, dan Jupiter Fourtissimo merupakan seorang aktor yang membuat pernyataan langsung diacara Silet 24 Januari 2008.

Hasil survey di atas menunjukan perlunya Pemerintah mengambil langkah strategis untuk membendung pengaruh LGBT. Berdasarkan Pancasila, semua bangsa Indonesia wajib dan dengan sadar harus bertaqwa kepada Tuhan YME tanpa terkecuali. Bertaqwa kepada Tuhan ini berarti, mampu dan mau dengan segenap jiwa dan fikiran untuk menjalankan perintah dan larangan agama yang dianutnya. Sehingga perilaku LGBT ini teramat sangat bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila sebagai Falsafah dan Ideologi bangsa Indonesia.

Bung Hatta menjelaskan bahwa Kaum Intelegensia adalah Kaum yang jiwa dan fikirannya telah tercerahkan dengan cara dididik dan diarahkan secara ideologis maupun keilmuan. Lebih jelas lagi dijelaskan oleh Sejarawan Nasional Anhar Gonggong, tentang Kaum Intelegensia ini adalah Kaum yang terdidik dan tercerahkan. Mereka berperan besar dalam pembangunan nasional. mereka menduduki posisi nomer dua di bawah kuasa rakyat dalam menjalankan roda pergerakan dan perubahan.

Pergulatan pemikiran global menuntut secara mutlak kepada Kaum Intelegensia bergerak taktis dan strategis dalam membendung pengaruh ideologi global yang mengancam kehormatan dan kedaulatan bangsa. Ideologi tersebut di antaranya adalah Liberalisme, yaitu paham kebebasan yang berasal dari barat dan kental dengan nuansa kebarat-baratan. Dalam liberalism manusia dianjurkan untuk berperilaku bebas dengan dasar tidak mengganggu hak-hak pribadi dari orang lain. Selain itu neoimperialisme dan kapitalisme yang mendorong sebuah bangsa menuju masyarakat yang hedonis dan glamor dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.

Samasekali tidak ada kesesuaian dengan Pancasila. Salah satu dampak dari pergulatan pemikiran global adalah fenomena LGBT. Di mana asal kebiasaan ini di dorong atas dasar pemikiran, bahwa hak individu harus dijunjung tinggi dengan berpegang pada Hak Azazi Manusia (HAM). Padahal Negara ini hidup dengan Falsafah Pancasila yang menjunjung tinggi rasa kebebasan yang bertanggungjawab, baik secara moral maupun konstitusional.

Kaum Intelegensia dengan berbekal ideologi Pancasila diharapkan mampu menjadi garda pertama pembendung merebaknya paham-paham yang membuat jiwa dan fikiran rakyat jadi keblinger dan berdampak pada kemerosotan moral. Karena perlu dipahami, LGBT adalah satu contoh nyata produk pemikiran barat yang meluas hingga dunia timur. Maka dari itu, diperlukan satu pengasahan ideologi, sebagai upaya dalam memperkuat keutuhan, eksistensi, dan kehormatan sebagai bangsa yang besar dan menjunjung tinggi falsafah bangsa.

Memang benar bahwa setiap manusia mempunyai kebebasannya masing-masing seperti yang dikatakan oleh para pakar HAM seperti Van Boven dalam tulisannya yang berjudul Distingishing Criteria of Human Rights, ”hak untuk bebas berserikat mengandung unsur hak kebebasan maupun hak sosial dan kebebasan beragama menunjukkan ciri khas hak pribadi maupun kolektif”. Selain itu, Peter R. Baehr dalam bukunya yang berjudul Human Rights Universality in Practice mengatakan bahwa “Hak Asasi Manusia (HAM) ialah hak dasar yang bersifat mutlak dan juga harus dipunyai pada tiap insan untuk perkembangan dirinya tersebut”. Tetapi jika kita telaah lebih dalam sudah jelas dikatakan bahwa kebebasan yang dimaksud adalah kebebasan yang memiliki batasan-batasan yang harus dipenuhi pula seperti; apakah melanggar kesusilaan, agama, maupun keutuhan bangsa.

Pergulatan pemikiran ini perlu disikapi secara intelektual. Dasar-dasar konstitusional, filsafati, moralitas, dan ideologis harus dikedepankan. Supaya paham-paham yang mencemaskan dan membuat rakyat sengsara dan merana harus dihilangkan dari bumi pertiwi. Kenalilah Marxisme, kenalilah Marhaenisme, kenalilah Islamisme, Kristianisme, Hinduisme, Buddhisme, dan terutama kenalilah Pancasilaisme. Tetapi jangan sekali-kali kita Bangsa Indonesia membudak pada kekejaman-kekejaman alam pemikiran liberalisme, neokolonialisme, dan neoimperialisme. Merdeka Bangsaku, Merdeka.

*Tulisan dari Ganda Febri Kurniawan Ketua BEM FIS Unnes 2016


BACA JUGA
loading...
Labels: Opini

Thanks for reading Menyoal LGBT dan Peran Kaum Intelegensia dalam Pergulatan Pemikiran Global. Please share...!

0 Comment for "Menyoal LGBT dan Peran Kaum Intelegensia dalam Pergulatan Pemikiran Global"

Back To Top